Siapa Itu Oppenheimer? Ini Profil dan Kisah Sang ‘Bapak Bom Atom’
Jakarta, CNN Indonesia — Saat ini Oppenheimer sedang banyak diperbincangkan hingga menjadi trending di Twitter. Terutama sejak dirilisnya film Oppenheimer karya sutradara Christopher Nolan.
Sebenarnya siapa itu Oppenheimer? Oppenheimer adalah seorang ilmuwan fisika yang dikenal oleh penemuan bom atom. Hal itu membuatnya dijuluki sebagai ‘Bapak Bom Atom’.
Siapa Itu Oppenheimer?
Siapa itu Oppenheimer? Ini profil dan kisah sang Bapak Bom Atom (Screenshot YouTube Universal Pictures)
Julius Robert Oppenheimer atau dikenal dengan sebutan Oppenheimer lahir di New York pada 22 April 1904, seperti dikutip dari Atomic Archive.
Ia adalah anak dari pasangan Julius S. Oppenheimer, yang merupakan seorang pedagang tekstil Jerman yang kaya. Sementara ibunya adalah seniman keturunan Yahudi bernama Ella Friedman.
Oppenheimer mempelajari kimia di Universitas Harvard pada 1922. Meski begitu, ia justru tertarik pada fisika.
Ia lalu melakukan penelitian terkait nuklir di Laboratorium Cavendish Universitas Cambridge. Di usia 22 tahun, Oppenheimer mendapatkan gelar PH.D. di Universitas Göttingen.
Oppenheimer mendirikan sekolah fisika teoretis Amerika dan melakukan berbagai penelitian penting terkait astrofisika, fisika nuklir, spektroskopi, dan teori medan kuantum.
Ia juga merupakan orang pertama yang menulis makalah terkait lubang hitam atau black hole. Pada tahun 1940-an, Oppenheimer membangun laboratorium nuklir di Los Alamos, New Mexico dan mempekerjakan 3.000 orang untuk membuat bom atom.
Hal tersebut membuat Oppenheimer dijuluki Bapak Bom Atom Dunia. Ia menghabiskan akhir hidupnya sebagai ilmuwan sains dan meninggal karena kanker tenggorokan pada 18 Februari 1967 di Princeton, New Jersey.
Oppenheimer memiliki pasangan bernama Katherine ‘Kitty’ Puening, seorang mahasiswa Berkeley mantan anggota Partai Komunis. Mereka menikah pada 1940.
Pasangan ini memiliki dua anak yakni, Peter, pada 1941, dan anak kedua mereka, Katherine, lahir tiga tahun kemudian.
Proyek Manhattan Amerika Serikat
Pada masa Perang Dunia II, Oppenheimer memimpin tim ilmuwan yang ditugaskan untuk menciptakan senjata. Proyek tersebut disebut Manhattan Engineering District atau Proyek Manhattan, seperti dikutip dari Britannica.
Pada Agustus 1942, Angkatan Darat AS memimpin Proyek Manhattan di mana para fisikawan AS dan Inggris mencari cara memanfaatkan energi nuklir untuk tujuan militer.
Oppenheimer dilibatkan dalam misi tersebut dan berhasil membuat ledakan bom nuklir pertama pada 16 Juli 1945 di Situs Trinity, New Mexico.
Desain dan kondisi pengujian bom itu merupakan prototipe terciptanya bom atom Little Boy dan Fat Boy yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki Jepang pada 1945.
Namun, ia kemudian dituduh terlibat dengan Soviet karena berhubungan dengan beberapa teman dan kenalannya yang merupakan agen pemerintah Soviet.
Sidang keamanan pada 1954 menyatakan Oppenheimer tidak berkhianat. Akan tetapi dia tidak boleh memiliki akses ke rahasia militer serta kontraknya sebagai penasihat Komisi Energi Atom AS dibatalkan.
Apa Oppenheimer Menyesal?
Sebelum bom atom memporak-porandakan Hiroshima dan Nagasaki pada 6 dan 9 Agustus 1945 yang menewaskan puluhan ribu orang, Oppenheimer pernah berujar, yang kemudian banyak diterjemahkan sebagai penyesalan.
Pada 16 Juli 1945, tim Oppenheimer berhasil melakukan uji coba ledakan bom atomi Alamogordo, New Mexico. Pagi itu, dari kejauhan, dia melihat efek ledakan berupa awan jamur yang membumbung tinggi ke angkasa.
Dalam sebuah wawancara televisi, Oppenheimer mengungkapkan kalimat yang menurut sebagian orang dipercaya sebagai bentuk penyesalannya.
“Kita tahu dunia tak akan pernah sama (setelah ditemukannya bom atom). Beberapa orang tertawa, beberapa orang menangis, dan sebagian besarnya hanya diam,” ujar Oppenheimer.
“Saya teringat sebuah kalimat dari skriptur Hindu, Bhagavad Gita; Wisnu berusaha meyakinkan sang Pangeran untuk melakukan perannya (menuju medan perang) sehingga ia mengambil wujud berlengan banyak (Vishvarupa) dan berkata padanya ‘Kini aku menjadi Maut, penghancur dunia’. Saya kira kita semua pernah berpikir seperti itu, dengan cara satu atau lainnya,” imbuhnya.
Lansing Lamont dalam bukunya Day of Trinity mengungkapkan perasaan Oppenheimer tentang bom atom yang diciptakannya, “Oh Tuhan, urusan-urusan (yang terkait dengan bom atom) ini sungguhlah tak berbelas kasih pada hatiku.”
Meski begitu, belum benar-benar jelas apakah ungkapannya tersebut menandakan rasa penyesalan atau bukan.